Minggu, 18 Mei 2014

Zhafira Zain (36)

Ramalan Jayabaya (Jongko Joyoboyo) Tentang Nusantara


Asal-usul Ramalan
Tradisi Jawa mengakui, Ramalan Jayabaya ditulis oleh Prabu Jayabaya, Raja Kerajaan Kadiri/Kediri (1135-1159 Masehi) yang bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawatarani ndita Suhrtsingha Parakrama Digjayottunggadewan ama. Gelar yang amat panjang itu tertera pada tiga prasasti batu yang ditemukan dan dikenal sebagai peninggalan sang raja, yakni prasasti Hantang (1135 M), prasasti Talan (1136 M), dan prasasti dari Desa Jepun (1144 M).

Pada zamannya, ditopang kekuatan armada laut yang tangguh, kekuasaannya meluas tidak hanya meliputi Tanah Jawa, tetapi hingga pantai Kalimantan. Bahkan, Ternate pun menjadi kerajaan subordinat kerajaannya. Sebagai raja dan pujangga, Prabu Jayabaya memandang jauh ke depan dengan mata hati dan perasaan. Ia meramalkan keadaan kacau balau, yang disebutnya sebagai “wolak-walik ing zaman” atau keadaan zaman yang serba jungkir balik.

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang dikumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).


Kitab Jongko Joyoboyo pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah “Perdikan” yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak! Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Prabu Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru; Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat sang baginda bernama Sabda Palon dan Nayagenggong.

Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.

Sang pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam’iah 1672 Jawa atau 1747 Masehi, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 Masehi.

 Isi Ramalan

Jongko Joyoboyo yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut “Kitab Asrar” karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakangnya juga menyebut nama baru itu. Kitab Asrar/Musarar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton”. 
Berikut beberapa penjelasan tentang isi Ramalan Jayabaya :
    Sinom:
  1. .    Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
  2.        Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi (Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita; Sukarno) kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista; Suharto). Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
  3. .    Waktu itu pajaknya rakyat adalah uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
  4. .    Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka (Raja-raja yang saling balas dendam). Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram (Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan).
  5.   .Nakhoda (Orang asing) ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar (Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya; Megawati).
  6.     Tidak berkesempatan menghias diri (Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
  7.     Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. Orang jahat makin menjadi-jadi. Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
  8.      Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.


  Berikut beberapa isi lainnya dari Jongko Joyoboyo :
1.Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda (mobil).
2.Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa berkalung besi (rel kereta api).
3.Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu berjalan di angkasa (pesawat terbang).
4.Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan mata air.
5.Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan suara (mall, plaza).
6.Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak — Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7.Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut/ mengecil (karena majunya teknologi).
8.Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai pajak.
9.Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan sambal.
10.Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
11.Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman— Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik (zaman edan).
12.Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak ditepati.
13.Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe— Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14.Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang saling lempar kesalahan/senang berbuat salah.
15.Ora ngendahake hukum Hyang Widhi— Tak peduli akan hukum Hyang Widhi (Tuhan).
16.Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat dijunjung-junjung (diagungkan).
17.Barang suci dibenci— Sesuatu yang suci (justru) dibenci.
18.Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit— Banyak orang hanya mementingkan uang.
19.Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
20.Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
21.Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
22.Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
23.Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak berani melawan ibu.
24.Nantang bapa— Menantang ayah.
25.Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
26.Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
27.Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
28.Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa asal-usul.
29.Ukuman Ratu ora adil — Hukuman raja/pemimpin tidak adil.
30.Akeh pangkat sing jahat lan ganjil-– Banyak pejabat jahat dan ganjil.
31.Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat yang ganjil.
32.Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
33.Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin — Banyak orang kerja yang halal justru merasa malu.
34.Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan menipu.
35.Wegah nyambut gawe — Malas untuk bekerja.
36.Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
37.Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38.Wong bener thenger-thenger — Orang (yang) benar termangu-mangu (dan kesulitan).
39.Wong salah bungah — Orang (yang) salah gembira ria.
40.Wong apik ditampik-tampik-– Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41.Wong jahat munggah pangkat— Orang (yang) jahat naik pangkat.
42.Wong agung kasinggung— Orang (yang) mulia dilecehkan.
43.Wong ala kapuja— Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44.Wong wadon ilang kawirangane— perempuan hilang malunya.
45.Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang perwira/kejantanannya (sifat kesatria).
46.Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-laki tak mau beristri.
47.Akeh wong wadon ora setya marang bojone— Banyak perempuan ingkar pada suami.
48.Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
49.Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak perempuan menjual diri.
50.Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang tukar istri/suami.
51.Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda (melanggar kodratnya karena menjadi kepala keluarga).
52.Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik tandu (pemalas).
53.Randha seuang loro— Dua janda seharga seuang (Red: seuang = 8,5 sen).
54.Prawan seaga lima— Lima perawan seharga lima picis (murah).
55.Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda pincang laku sembilan uang (asal kaya walaupun jelek tetap laku).
56.Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang berdagang ilmu (ustad, ulama gadungan).
57.Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku diri (kampanye).
58.Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di dalam jingga.
59.Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60.Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak muslihat.
61.Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah musim.
62.Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
63.Akeh randha nglairake anak— Banyak janda melahirkan bayi (tanpa nikah).
64.Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne — Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65.Agomo akeh sing nantang— Agama banyak ditentang.
66.Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan semakin hilang.
67.Omah suci dibenci— Rumah suci (tempat ibadah) dijauhi.
68.Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat makin dipuja.
69.Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Perempuan menjual diri dimana-mana.
70.Akeh laknat— Banyak kutukan
71.Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
72.Anak mangan bapak—Anak makan (menindas) bapak.
73.Sedulur mangan sedulur—Saudara makan (menindas) saudara.
74.Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
75.Guru disatru—Guru dimusuhi.
76.Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga.
77.Kana-kene saya angkara murka — Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78.Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu terkena beban.
79.Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu disalahkan.
80.Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi perang.
81.Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari timur, barat, selatan, dan utara (perang dunia).
82.Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang baik makin sengsara.
83.Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat makin bahagia.
84.Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul— Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85.Wong salah dianggep bener-–Orang salah dipandang benar.
86.Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
87.Durjana saya sempurna— Durjana semakin sempurna.
88.Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik pangkat.
89.Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
90.Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia dipenjara.
91.Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
92.Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
93.Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
94.Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak merajalela.
95.Akeh barang haram—Banyak barang haram.
96.Akeh anak haram—Banyak anak haram.
97.Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
98.Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99.Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak barang terbuang-buang.
100.Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.


cc: http://www.oediku.wordpress.com/2013/12/24/ramalan-jayabaya-jongko-joyoboyo-tentang-nusantara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar