Minggu, 18 Mei 2014

Zhafira Zain (36)

BIOGRAFI : SULTAN AGENG TIRTAYASA

Lahir : Banten, 1631
Wafat : Jakarta, 1692

Makam : Dekat Masjid Agung, Kesultanan Banten


Perjuangannya berawal dari ketidaksukaannya dengan Belanda yang hendak memonopoli perdagangan di Banten. Namun, akibat penghianatan putranya, ia ditangkap lalu meninggal di penjara.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati.

Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.

Nama Kecilnya adalah Abdul Fatah. Ia diangkat menjadi Sultan Banten pada usia 20 tahun dan mendapat gelar Sultan Ageng Tirtayasa




Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 – 1682. 

Hubungan antara Banten dan VOC yang semula baik berubah seiring dengan naiknya Sultan Banten Abu'l Fath Abdulfattah yang lebih dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa menjadi raja Banten pada tahun 1651. Sultan yang duduk di tahta saat berusia 20 tahun ini tidak menyukai Belanda karena Belanda dalam pandangannya hanya merupakan penghalang perdagangan Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan rakyat Banten untuk menolak bekerjasama dengan VOC (Belanda) dan orang-orang Banten juga diperintahkannya untuk melancarkan serangan-serangan gerilya terhadap kedudukan Belanda di Jakarta, baik melalui darat maupun laut.
Ia juga berhasil membongkar blockade laut Belanda dan melakukan kerjasama dagang dengan bangsa-bangsa Eropa lain seperti Denmark dan Inggris. Banyak kapal dan perkebunan teh milik VOC yang berhasil dirampas dan dirusak oleh pejuang-pejuang Banten. Hal ini sangat merugikan VOC.

Di sisi lain, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-pedagang Eropa bukan Belanda. Pedagang-pedagang Inggris dan Denmark misalnya, mereka bebas  membeli lada di seluruh wilayah kerajaan Banten

Belanda akhirnya memakai strategi adu domba untuk menundukkan Banten
Berkat taktik VOC, pada tahun 1676, Banten mulai goyah. Dengan politik adu domba, Sultan Haji, putra Sultan Ageng, berhasil dipengaruhi sehingga memusuhi ayahnya. Ia memang dikenal sebagai sosok yang sangat pro-Belanda. Akibatnya, terjadi perselisihan antara anak dan ayah. Masyarakat pun terbagi dua. Sebagian tetap setia kepada Sultan Ageng, sedangkan yang lain memihak Sultan Haji.

Ketegangan dengan Belanda memuncak pada tahun 1680 dengan berakhirnya perang Trunojoyo. Sultan Ageng yang makin bertambah usianya harus menghadapi Belanda dan puteranya, Sultan Haji. Pada tanggal 27 Februari 1682 pecah perang antara Sultan Ageng dengan Belanda dan Sultan Haji. Pasukan Sultan Ageng berhasil merebut istana Sultan Haji di Surosowan. Belanda melipatgandakan kekuatan.

Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji berhasil mempertahankan diri dengan mengikuti semua syarat yang diajukan Belanda yaitu bahwa semua orang Eropa harus meninggalkan Banten. Pada bulan Agustus 1682, Sultan Haji menandatangani perjanjian yang mengakui kekuasaan Belanda. Lama kelamaan Sultan Ageng terdesak dan kekuatannya mulai lemah, tetapi ia tidak mau menyerah kepada Belanda. Pengikut-pengikutnya yang masih setia melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman.

Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap dan dipenjarakan di Jakarta. Ia meninggal dunia dalam penjara. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman raja-raja Banten di sebelah utara Masjid Agung Banten.

Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar
pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, tgl 1 Agustus 1970.

beliau memperoleh gelar kehormatan dari Pemerintah sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.

Sumber artikel :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar