BIOGRAFI : SULTAN AGENG TIRTAYASA
Lahir : Banten, 1631
Wafat : Jakarta, 1692
Wafat : Jakarta, 1692
Makam : Dekat Masjid Agung, Kesultanan Banten
Perjuangannya
berawal dari ketidaksukaannya dengan Belanda yang hendak memonopoli perdagangan
di Banten. Namun, akibat penghianatan putranya, ia ditangkap lalu meninggal di
penjara.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad
yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar
Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang
bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati.
Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama Kecilnya adalah Abdul Fatah. Ia diangkat menjadi Sultan
Banten pada usia 20 tahun dan mendapat gelar Sultan Ageng Tirtayasa
Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton
baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid
Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651
– 1682.
Hubungan antara Banten dan VOC yang semula baik berubah seiring
dengan naiknya Sultan Banten Abu'l Fath Abdulfattah yang lebih dikenal sebagai
Sultan Ageng Tirtayasa menjadi raja Banten pada tahun 1651. Sultan yang duduk
di tahta saat berusia 20 tahun ini tidak menyukai Belanda karena Belanda dalam
pandangannya hanya merupakan penghalang perdagangan Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan rakyat Banten untuk menolak
bekerjasama dengan VOC (Belanda) dan orang-orang Banten juga diperintahkannya
untuk melancarkan serangan-serangan gerilya terhadap kedudukan Belanda di
Jakarta, baik melalui darat maupun laut.
Ia juga berhasil membongkar blockade laut Belanda dan melakukan
kerjasama dagang dengan bangsa-bangsa Eropa lain seperti Denmark dan Inggris.
Banyak kapal dan perkebunan teh milik VOC yang berhasil dirampas dan dirusak
oleh pejuang-pejuang Banten. Hal ini sangat merugikan VOC.
Di sisi lain, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan
dagang dan kerja sama dengan pedagang-pedagang Eropa bukan Belanda.
Pedagang-pedagang Inggris dan Denmark misalnya, mereka bebas membeli lada di seluruh wilayah kerajaan
Banten
Belanda akhirnya memakai strategi adu domba untuk menundukkan
Banten
Berkat taktik VOC, pada tahun 1676, Banten mulai goyah. Dengan
politik adu domba, Sultan Haji, putra Sultan Ageng, berhasil dipengaruhi
sehingga memusuhi ayahnya. Ia memang dikenal sebagai sosok yang sangat
pro-Belanda. Akibatnya, terjadi perselisihan antara anak dan ayah. Masyarakat
pun terbagi dua. Sebagian tetap setia kepada Sultan Ageng, sedangkan yang lain
memihak Sultan Haji.
Ketegangan dengan Belanda memuncak pada tahun 1680 dengan
berakhirnya perang Trunojoyo. Sultan Ageng yang makin bertambah usianya harus
menghadapi Belanda dan puteranya, Sultan Haji. Pada tanggal 27 Februari 1682
pecah perang antara Sultan Ageng dengan Belanda dan Sultan Haji. Pasukan Sultan
Ageng berhasil merebut istana Sultan Haji di Surosowan. Belanda melipatgandakan
kekuatan.
Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji berhasil mempertahankan diri
dengan mengikuti semua syarat yang diajukan Belanda yaitu bahwa semua orang
Eropa harus meninggalkan Banten. Pada bulan Agustus 1682, Sultan Haji
menandatangani perjanjian yang mengakui kekuasaan Belanda. Lama kelamaan Sultan
Ageng terdesak dan kekuatannya mulai lemah, tetapi ia tidak mau menyerah kepada
Belanda. Pengikut-pengikutnya yang masih setia melanjutkan perjuangan di daerah
pedalaman.
Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap dan dipenjarakan di
Jakarta. Ia meninggal dunia dalam penjara. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman
raja-raja Banten di sebelah utara Masjid Agung Banten.
Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi
gelar
pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.
045/TK/Tahun 1970, tgl 1 Agustus 1970.
beliau memperoleh gelar kehormatan dari Pemerintah sebagai
Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan
Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan
mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai
mufti kerajaan dan penasehat sultan.
Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan
Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk
menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan
Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.
Sumber artikel :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar