Senin, 19 Mei 2014

Dimas Rifqi Mahendra (08)

Sultan Agung Seorang Budayawan
Dalam banyak hal Sultan Agung telah merumuskan strategi kebudayaan antara lain seperti berikut ini:
  • Pembuatan silsilah raja-raja Mataram sebagai legitimasi kekuasaan. Raja-raja Mataram diakui sebagai keturunan orang-orang hebat. Disebutkan nama Brawijaya, raja Majapahit, juga ada nama-nama tokoh dalam dunia pewayangan, sampai ada juga Nabi Adam. Selain itu,
  • Sultan Agung masih mempertahankan tulisan Jawa, tidak digantikan dengan tulisan Arab. Dalam penulisan babad misalnya dilakukan dengan tulisan Jawa. Sering diketemukan juga dalam babad istilah-istilah Islam dengan gaya Jawa seperti kata sarak (syara’), syarengat (syariah), pekih(fakih), kadis (hadits), Ngusman (Usman), Kasan (Hasan), Kusen (Husein) (Moedjanto, 1994: 168).
  • Dalam pembuatan makam, makam Islam biasanya di belakang masjid.Untuk keluarga raja Sultan Agung memerintahkan membuat makam di atas bukit Imogiri.
  • Memerintahkan membuat bentuk bangunan masjid dengan atap meru dan dikembangkan juga seni kaligrafi tulisan arab. Serta menyelenggarakan ritual sekaten untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw.
  • Ia juga memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram.
  • Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.  Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat.
  • Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa Tengah.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar