Sultan Agung Seorang Budayawan
Dalam banyak hal Sultan Agung telah merumuskan strategi
kebudayaan antara lain seperti berikut ini:
- Pembuatan silsilah raja-raja Mataram sebagai legitimasi kekuasaan. Raja-raja Mataram diakui sebagai keturunan orang-orang hebat. Disebutkan nama Brawijaya, raja Majapahit, juga ada nama-nama tokoh dalam dunia pewayangan, sampai ada juga Nabi Adam. Selain itu,
- Sultan Agung masih mempertahankan tulisan Jawa, tidak digantikan dengan tulisan Arab. Dalam penulisan babad misalnya dilakukan dengan tulisan Jawa. Sering diketemukan juga dalam babad istilah-istilah Islam dengan gaya Jawa seperti kata sarak (syara’), syarengat (syariah), pekih(fakih), kadis (hadits), Ngusman (Usman), Kasan (Hasan), Kusen (Husein) (Moedjanto, 1994: 168).
- Dalam pembuatan makam, makam Islam biasanya di belakang masjid.Untuk keluarga raja Sultan Agung memerintahkan membuat makam di atas bukit Imogiri.
- Memerintahkan membuat bentuk bangunan masjid dengan atap meru dan dikembangkan juga seni kaligrafi tulisan arab. Serta menyelenggarakan ritual sekaten untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw.
- Ia juga memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram.
- Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending. Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat.
- Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya dikenal di Jawa Tengah.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah
ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No.
106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar