Proses Awal Islamisasi Di Papua
Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan
perdebatan yang panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu
mengenai tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu
kedatangannya.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran
Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan
lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang
pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja
Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, di antara mereka
saling mengklaim bahwa Islam lebih awal dating kedaerahnya yang hanya di
buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun
bukti-bukti arkelogis.
Penelusuran sejarah awal Islamisasi di tanah Papua,
setidaknya dapat digali dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan Islam
di tanah Papua, terdapat 7 versi yaitu:
Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat
di sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak,
kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah
berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan
tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun
Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua
diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah
terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka
meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di daratan
Papua.
Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang
pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul
Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal
awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh
putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H.
Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374
M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang
masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.
Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai
diperkenalkan di tanah Papua, yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin
(Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar
Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad
pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat
400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi,
dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan
Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997,
dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun
1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan
Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab
(Mekkah).
Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15
Juni 1946, menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah
Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat
asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid,
diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari
silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga
Arfan yang pertama masuk Islam.
Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya
di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang
diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama
haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa
cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari
banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya dilakukan
dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang
yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka
berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun
masuk agama Islam.
Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat
piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau
moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo)
lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru
negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa
tenggara, Jawa dan Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama
zainal abiding yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua
serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan
salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung
onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan
para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau – pulau tadi memeluk
agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme,
tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti –
bukti peninggalan nama – nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja
– raja Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama
menyebarkan Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV.
Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di
kepulauan raja ampat itu.
Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang
menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau
sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah
tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat
Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita
Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu
Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja
Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof,
kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar,
Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah
pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan –
kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan
sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk
road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat,Tomé
Pires yang pernah mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M.
dan Antonio Pegafetta yang
tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di Maluku
dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara tahun
1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao yang
pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M).
mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun
yang lalu.
proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan
kekerasan atau kekuatan militer. Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara
damai dan berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur
perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain
sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di
nusantara ini melalui jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai
perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua.
Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar kota-kota
pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar
pengaruhnya di tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang
ada di pulau Papua ini, sebagai berikut: 1. terdapat living monument yang
berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari
ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
2. tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang
berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya
yang berada di beberapa masjid kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip
kuno brhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang
berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa
mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan
dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa
oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang
menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes,
ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas
daun koba-koba, Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya
mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia Timur.
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas,
distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama
kecil Semempe.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar