SEJARAH KERAJAAN GOWA - (Makassar)
![]() |
Istana Raja Gowa (1870-1892) |
Pada awalnya, Kerajaan Gowa-Tallo yang
lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang
bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan
adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja
Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk
Islam.
Kerajaan Gowa dan Tallo
kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan
pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia berhasil
memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar,
Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.
![]() |
Sultan Hasanuddin |
Hasanuddin juga berhasil
mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian
timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur.
Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan
besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.
Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar:
- Letaknya strategis, baik sekali untuk pelabuhan
- Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar.
Perkembangan Makassar
menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan
Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC. Kondisi ini mendorong VOC untuk
berkuasa di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak
oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru
Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan
ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Isi Perjanjian Bongaya
- VOC memperoleh hak monopoli di Makassar.
- VOC diizinkan mendirikan benteng di Makassar.
- Makassar harus melepaskan jajahan seperti Bone.
- Semua bangsa asing diusir dari Makassar, kecuali VOC.
- Kerajaan Makassar diperkecil hanya tinggal Gowa saja.
- Makassar membayar semua utang perang.
- Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Akibat kekalahannya,
peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir.
Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur.
Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng
Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk
memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng
Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
Dalam bidang kebudayaan,
Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan
hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu
pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir
beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke kita.
Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan perniagaan,
yaitu Ade' Allopiloping Bicaranna Pabbalu'e dan naskah lontar karya Amanna
Gappa.
Birokrasi Pemerintahan Makassar
Di Sulawesi, ditemukan
buku kronik, antara lain, Lontara (himpunan cerita yang memuat silsilah
raja-raja Gowa, Bone, Wajo, Luwu, dan sebagainya), Sanggala (himpunan cerita
yang memuat silsilah raja-raja Toraja), dan I La Galigo (himpunan cerita yang
memuat silsilah raja-raja Bugis). Dari sekian banyak kerajaan di Sulawesi
Selatan, ada tiga kerajaan besar, yaitu
- Kerajaan Gowa, rajanya disebut Sombaya ri Gowa (yang disembah di Gowa);
- Kerajaan Luwu, rajanya disebut Pajunge ri Luwu atau Mapajunge ri Luwu;
- Kerajaan Bone, rajanya disebut Mangkau'E ri Bone (yang bertakhta di Bone).
Setelah raja-raja
Makassar masuk Islam, mereka bergelar sultan. Dalam menjalankan
pemerintahannya, raja dibantu oleh suatu dewan yang disebut Kasuwiyang
Salapanga (pangabdi sembilan), kemudian diubah menjadi Bate Salapanga (bendera
sembilan). Sebagai pembantu raja yang menjalankan undang-undang pemerintahan,
majelis diawasi oleh seorang pemimpin yang disebut Paccalaya (hakim).
Setelah raja, jabatan
tertinggi di bawahnya adalah Pabbicarabutta yang dibantu oleh Tumailalang
Matowa dan Tumailalang Malolo. Tumailalang Matowa bertugas sebagai pegawai
tinggi yang menyampaikan perintah raja kepada majelis Bate Salapanga. Adapun
Tumailalang Malolo adalah pegawai tinggi urusan istana. Panglima yang memimpin
tentara dalam perang disebut Anrong Guru Lompona Tumakjannangang. Mereka
bergelar Karaeng atau Gallareng.
Ada lagi jabatan yang disebut Opu Bali Ranten, yaitu bendahara
kerajaan. Selain sebagai bendahara, ia juga mengurus masalah perdagangan dan
hubungan ke luar. Bidang agama diurus oleh seorang kadhi yang dibantu oleh
imam, khatib, dan bilal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar